Tentang Masa Depan

Saya sempat berdebat dengan si Mas beberapa hari yang lalu. Perdebatan lewat sms, ya secara saya sama si Mas tidak tinggal satu kota, saya di Jogja dan si Mas si Jakarta. Perdebatan saya dengan si Mas seputar masa depan. Menurut si Mas saya memang belum dewasa karena keinginan saya selalu berubah-ubah dan saya tidak punya pendirian. Si Mas bilang saya belum mampu melihat ke depan dan membayangkan akibat-akibat yang terjadi kalau saya melakukan sesuatu. Contohnya menurut si Mas, saya nggak bisa membayangkan cari kerja itu gimana, nikah muda itu gimana, nikah telat itu gimana, dsb. Saya sih senang-senang saja dibilang belum dewasa, soalnya saya nggak mau kelihatan tua di usia saya yang masih muda ini

Dulu sebelum kenal dengan si Mas, saya pernah punya cita-cita menikah muda, yah seperti Ibu saya lah. Soalnya pas anaknya udah gede, kitanya masih muda. Target saya menikah sekitar umur 21 tahun lah. Sewaktu saya kuliah, dan umur saya sekarang sudah 21 tahun, belum ada satu pria pun yang melamar (kasihan sekali saya..), bahkan pembicaraan-pembicaraan mengenai masa depan dengan seseorang yang saya yakini sebagai kekasih saya juga tidak ada. Walhasil saya pun putar haluan, karena kekecewaan tidak ada yang berusaha mengajak saya menikah, saya jadi benar-benar tidak mau menikah muda. Ambisi saya sekarang sih lebih ke karier. Tapi si Mas bilang sebagai cewek tidak perlu mengejar karier, karena nanti ujung-ujungnya harus mengurus keluarga. Makanya itu mumpung saya sekarang belum menikah, dan belum ada yang menikahi saya, saya ingin fokus ke karier dulu kalau saya sudah lulus kuliah nanti.

Pokoknya saya tidak ingin menikah muda, saya ingin punya 5-6 tahun for being single dan mengejar karier saya (niatnya). Tapi si Mas tetap bilang kalau 5-6 tahun lagi umur saya sudah ketuaan untuk menikah. Hmm.. 5-6 tahun lagi sih umur saya baru 27-28 tahun. Bukannya jaman sekarang sudah bukan hal yang tabu lagi menikah di umur segitu (untuk cewek), kalau di jaman Ibu saya sih, wanita yang belum menikah sampai umur 25 tahun sudah dianggap perawan tua.

Setiap pulang ke kampung halaman saya di Blitar, baru menjejakkan kaki di rumah Ibu saya mulai bertanya tentang keseriusan saya sama si Mas, sudah sampai tahap mana, sudah di kenalkan belum dengan keluarga si Mas (padahal sampai 2,5 tahun berhubungan dengan si Mas, kami berdua masih backstreet), kapan mau menikah dsb. Bahkan Ibu saya sudah membayangkan kalau menikahkan saya dengan si Mas, gedungnya dimana, dress code nya apa, bahkan sampai mengidam-idamkan punya cucu!! Oh, come on, Mom!! Parahnya lagi Ibu saya selalu menyuruh si Mas (melalui saya) untuk menelepon Ibu atau Ayah saya dan bilang tentang keseriusannya sama saya. Si Mas nggak pernah menanggapi apa-apa.

Ibu saya mungkin takut saya jadi perawan tua, secara sepupu-sepupu saya yang seumuran saya dan bahkan umurnya di bawah saya, beberapa sudah menikah, sudah punya anak, dan bahkan ada yang masih SMA tapi sudah dilamar. Ibu sepertinya takut kalau ‘keluarga besar’ saya menggosipkan bahwa saya tidak laku, padahal selama ini Ibu saya selalu menyombongkan si Mas kepada ‘keluarga besar’ saya. Saya jadi mau ketawa membayangkan kehebohan Ibu setiap saya pulang. Saya saja nggak pernah merasa perlu menikah sekarang karena saya merasa saya masih terlalu muda.

Bukan Ibu saya saja yang heboh menyuruh saya agar cepat menikah. Adik saya yang nomer 2, Karina, dia selalu nanya kapan kira-kira saya menikah. Saya berkali-kali bilang ke dia kalau saya akan menikah 5-6 tahun ke depan. Dan dia selalu mohon agar saya cepat menikah supaya dia tidak melangkahi saya. Ternyata dia sudah ngebet pengen kawin sama pacarnya. Buat keterangan saja, adik saya itu umurnya masih 16 tahun, masih SMA kelas 2, dan baru pacaran dengan ‘pacar serius’ nya beberapa bulan ini. Saya cuma ketawa dengar permintaan adik saya itu. Biasa gairah muda. Saya dulu juga pernah seperti dia tapi nggak segitunya.

Teman-teman dekat saya di kampus, juga selalu saja membayangkan kalau saya lah yang akan menikah duluan di banding mereka, karena si Mas sudah kerja. Mereka selalu mengatakan begitu saya lulus kuliah, saya akan siap dilamar oleh si Mas Wah..wah saya saja tidak pernah membayangkan sejauh itu. Saya sih menjalani saja sama si Mas. Bagi saya untuk menjalin sebuah hubungan ke tingkat yang lebih serius itu butuh waktu, butuh pertimbangan, dan cinta saja tidak cukup. Dan saya kira si Mas juga punya pendapat yang sama dengan saya. Saya sih hanya menyerahkan semuanya sama Yang Di Atas. Saya bisa saja berjodoh dengan siapa saja, tapi mungkin sampai hari ini saya masih berjodoh sama si Mas.

Tinggalkan komentar

Belum ada komentar.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar